Rabu, 29 Mei 2019

MEMAKNAI KEBAHAGIAAN DENGAN BELANJA BARENG YATIM DHUAFA BERSAMA SEKOLAH RELAWAN



MEMAKNAI KEBAHAGIAAN YATIM DAN DHUAFA

Berawal dari ketertarikan dan keinginan untuk ikut serta kegiatan ini sejak tahun sebelumnya sehingga aku mengontak Anne, salah satu aktivis di Sekolah Relawan, dan akhirnya terdaftar sebagai salah seorang relawan atau volunteer untuk kegiatan Belanja bareng yatim Dhuafa ini. Kali ini  Sekolah Relawan melaksanakannya secara serentak di 35 Wilayah. aku bergabung di wilayah Jakarta yang kegiatan dipusatkan di Blok M Square.

Agak sedikit malu dan minder ketemu dengan volunteer-volunteer dari Sekolah Relawan, dan juga bertemu teman-teman yang baru ketemu disini. Tapi aku niatkan untuk ikut dari jauh-jauh hari dan tidak sabar menunggu hari pelaksanaannya. Hingga pada hari nya aku merasa sangat bersemangat dan merasakan yang luar biasa.

Biasanya kegiatan bersama anak-anak Yatim dan Dhuafa selama ini yang aku ikuti atau aku buat sendiri bersama komunitas hanya sebatas memberi santunan dan kegembiraan belajar dan bermain bersama.  Maka dalam kegiatan BBYD ini menemukan makna yang lebih dan berbeda dari biasanya. Setiap volunteer menjadi kakak asuh untuk 2 hingga 4 anak, dan dia bisa menjadi apa saja untuk anak-anak tersebut. Mendampingi mereka dan memberikan perhatian dengan kesabaran dan keikhlasan.

Tanggal 26 Mei 2019 datanglah hari yang ditunggu=tunggu itu, seluruh volunteer berkumpul di pelataran Blok M Square menyambut anak-anak Yatim dan Dhuafa dengan senyum penuh kasih sayang. Melihat kepolosan dan kegembiraan kanak-kanak mereka adalah sebuah kebahagiaan. Mereka adalah anak-anak Yatim yang kehilangan Bapaknya sejak kecil, Piatu yang sudah tidak pernah merasakan kasih sayang seorang Ibu, atau anak-anak yang masih memiliki ayah dan ibu namun kurang beruntung karena kondisi ekonomi yang membuat hidup mereka tidak berpunya. Bagi kami semuanya sama-sama patut untuk di apresiasi dan diberikan perhatian yang lebih.






Mereka datang hari itu dengan pakaian terbaik mereka, bahkan ada yang meminjam sandal meski kebesaran agar pantas untuk datang ke mall. Kepolosan dan kesederhanaan itu terlihat dalam segala polah kanak-kanak mereka. Saat pembagian kelompok dan aku kebagian 2 orang adik asuh, aku langsung mencari mereka diantara teman-temannya. Bayu dan Syahdan, dua bocah kecil dengan beda karakter,namun sama-sama baik dan suka bercerita. Pada awalnya Syahdan memohon-mohon untuk ikut bersama temannya, karena dia tidak kenal dengan Bayu. Aku mencoba memberi pengertian padanya bahwa bayu adalah juga temannya. Kemudian aku duduk dan berbincang dengan keduanya.


Bayu dan Syahdan sama-sama duduk di kelas satu, namun Bayu mengatakan bahwa dia tinggal kelas. Ternyata dia tidak bisa naik kelas 2 karena usianya yang baru menginjak 7 tahun, sementara Syahdan masuk SD tepat berusia 7 tahun. Aku langsung terbayang Fathir ponakan kesayanganku yang begitu sering aku ajak bertualang, kemping dan naik gunung. Usia mereka terpaut 1 tahun, namun tubuh mereka sama-sama kurus kecil. Syahdan ketika aku Tanya tentang ayahnya dimana dan kerja apa, mata nya menerawang jauh dan agak sulit menjawab. Tapi dia berulang-ulang mengatakan bahwa ayahnya akan pulang tanggal 30 besok. Aku tak melanjutkan pertanyaan tentang ayahnya karena tak ingin membuatnya berpikir untuk menjawabnya. Tapi dia dengan senang bercerita tentang kakak perempuannya yang duduk di kelas 6 dan sebentar lagi masuk SMP. Sementara Bayu membuat hatiku terenyuh dan berkaca-kaca ketika aku tanya ayahnya kerja dimana. Dengan kepolosannya dia bilang ayahnya kerjanya tiap hari di kali. Di kali? Ternyata ayahnya adalah seorang petugas kebersihan yang membersihkan sampah-sampah di kali. Ayahnya tentunya seorang yang baik yang mengajarkan nilai-nilai kebaikan pada anak-anaknya. Begitu juga dengan Syahdan. Ketika Syahdan berlari menghampiri temannya, aku bertanya pada Bayu apa dia puasa. Wajah polosnya tiba-tiba berkaca-kaca, “aku tadi sahur aku puasa, tapi aku tadi digangguin sama teman jadi aku nangis”.
Salah seorang temannya menyahut dari kelompoknya,” bercandaa kaak” ujarnya sambil tertawa.  “Tuuh becandaa sayang, jadi bagaimana puasanya?”. “ iya deh aku terusin puasanya, kan aku belum minum kak”. Akupun tersenyum dan memeluknya.

Kemudian keduanya aku tanya mau beli apa nanti, Bayu sudah siap dengan jawabannya ingin membeli sepatu sekolah, jaket, dan sarung. Sementara Syahdan hanya menjawab sirup. Sirup? Dan itu diucapkannya berkali=kali. Yang lainnya? Pokoknya sirup dulu, kalo nanti ada uangnya pengen beli celana, kenapa ingin beli sirup? Syahdan bilang kata ibunya mereka belum ada sirup buat lebaran. Aku terpana, betapa sebotol sirup buat mereka adalah kemewahan saat hari raya.

Dan…… saat belanja pun tiba, semua volunteer membawa adik-adik asuh masing-masing masuk ke mall Blok M. aku menggenggam tangan Bayu dan Syahdan mengikuti yang lainnya. Semuanya diarahkan ke Carefour terlebih dahulu. Saat tiba di depan Carefour Syahdan dengan girangnya langsung teriak “ Kak, itu sirupnya kak, aku mau sirup rasa jeruk” sambil menunjuk ke deretan sirup yang terletak di bagian depan Carefour.  Sebelumnya ada cerita lucu, bagaimana Bayu menggenggam erat tanganku saat hendak naik Eskalator. Ternyata dia takut melihat dan naik tangga berjalan itu. Aku pelan-pelan membantu menumbuhkan rasa percaya dan keberaniannya untuk menaiki tangga berjalan itu.



Di Carefour, setelah berputar mencari apa yang mereka inginkan namun tidak ketemu, aku berinisiatif membawa mereka berdua keluar dari Carefour untuk turun ke pasar bawah. Jadi kami hanya belanja 2 botol sirup orange untuk Syahdan dan 1 botol sirup pandan untuk Bayu. Sementara itu salah seorang volunteer photographer mengikuti kami dan minta izin untuk ikut kami belanja. Pada saat belanja ini lah aku belajar banyak hal dari mereka berdua. Kesederhanaan hidup mereka membuat mereka tak punya keinginan untuk beli ini itu yang tidak mereka butuhkan. Kemudian toleransi dan kesabaran keduanya satu sama lain. Ketika kami harus mutar- mutar untuk mencari sarung dan sepatu bayu, Syahdan dengan sabar mengikuti. Sesekali dia memanggil aku dan bertanya ketika melihat beberapa barang. Begitupun sebaliknya ketika harus berputar mencari celana yang diinginkan Syahdan , Bayu sabar mengikuti dan tetap menggenggam tanganku. Aku terbiasa berkegiatan dengan anak-anak dan aku menyukai anak-anak, sehingga aku memperlakukan mereka seperti anakku atau adikku sendiri, karena itulah yang mereka butuhkan. Benar kata bang Bayu Gawtama, bukan soal barang yang mereka butuhkan yang terpenuhi hari itu, tapi juga kerinduan. Kerinduan akan perhatian dan kasih sayang orang-orang yang hilang dalam hidup mereka. Entah kapan terakhir mereka merasakan perhatian, genggaman tangan orang yang mengasihi mereka, entah kapan terakhir mereka dipeluk oleh orang yang penting dalam hidup mereka. Kebahagiaan itu lebih besar artinya daripada barang-barang yang mereka beli.

Akhirnya setelah memilih ini itu dan mengitari lantai 1 dan 2 blok m mall, semua mendapatkan barang yang sesuai dengan keinginan dan dana yang ada. Namun ada yang harus dilupakam, seperti keinginan Syahdan yang sangat ingin membeli sebuah sepatu roda untuk dipakainya bersama kakaknya, karena aku memberi pengertian padanya jika dia membeli sepatu roda maka kamu ga bisa membeli barang lainnya, bukankah kamu ingin celana panjang? Wajah polosnya memahami dan langsung melupakan si sepatu roda (yang jujur akupun ga tau berapa harganya, namun aku melihat bahwa banyak barang lainnya yang lebih dia butuhkan). Ketika Syahdan membeli Celana, aku cukup terharu karena si bapak penjual ketika tau yang aku bawa adalah anak-anakyatim dan dhuafa, beliau langsung memberi harga yang jauh dari harga biasanya. Sebuah celana levis yang biasanya dibandrol 150rb diberinya dengan harga 100rb aja, begitu juga sebuah kaos yang dibandrol dengan harga 50rb dikasih dengan harga 30ribu. Masih banyak orang baik di muka bumi ini, begitupun saat Bayu memilih sarung untuknya. Hari ini bayu mendapatkan hadiah peci dari aku ketika dia ingin sekali peci baru sementara uangnya sudah habis, dan juga sepasang sandal dari kakak photographer yang begitu perhatian pada keduanya. Aku ingin membelikan sesuatu buat kakak Syahdan, namun sayang tidak tau ukuran badannya atau sebesar apa tubuhnya. Dan belanja pun selesai, Bayu dengan sirup,sepatu sekolah, sarung, peci dan sandalnya, sementara Syahdan dengan sirup, celana panjang, sandal, kaos dan 2 stelan kaos jakartanya.




Banyak cerita mengharukan dari anak-anak lainnya yang diceritakan teman-teman volunteer BBYD. Misalnya cerita volunteer Rafiatul tentang adik asuhnya bernama Angga (10thn) yang membelikan boneka untuk adik perempuannya yang berumur 7thn dan Rifki yang saat memilih sandal juga bertanya pada si penjual adakah ukuran yang lebih kecil, yang ternyata dia ingin membelikan untuk adik lelakinya . percaya atau tidak ada anak yang sangat ingin membeli nugget karena belum pernah ngerasain nugget itu kayak apa. (jangan nangis pliiss, karena aku yakin Anne si kakak asuh pasti mewek saat itu ). Bahkan Bayu yang dibelikan sandal oleh kakak photographer tadi (maafkaaan aku lupaa namanya kaak), ketika ditanya kenapa pengen sandal, dia bercerita sambil memperlihatkan sandalnya yang emang sudah dekil, sekarang saya ga akan diketawain teman-teman lagi kaak. Ooh Good, betapa terkadang kurang bersyukurnya kita terhadap apa yang kita miliki. Buat mereka hidup adalah sesuai dengan kemampuan mereka, tak ada hasrat memiliki suatu barang mewah selain apa yang belum pernah mereka miliki, mereka cicipin, dan semuanya hanyalah sesuatu yang sederhana saja.

Dan cerita serta kisah yang mengharubiru hari ini berakhir dengan sebuah perpisahan yang rasanya sulit melepas kepulangan mereka kembali kerumah masing-masing. Ada yang tertinggal di hati dan mengingatkan diri agar tahun depan bisa kembali bertemu dengan mereka atau anak-anak lainnya.


 MEMAKNAI KEBAHAGIAAN PARA RELAWAN (VOLUNTEER)

Jika dikatakan takdir, maka aku akan mengatakan bahwa takdirku adalah menjadi volunteer dan bukanlah orang yang sukses dengan pekerjaan ataupun usaha. Memulai beraktivitas sebagai volunteer di PMI Jakarta Timur 20thn silam, kemudian menyusul Volunteer di Gunung Gede Pangrango, YKS Paramita – Walubi, hingga di Emergency Respond Merah Putihnya Garuda Nusantara dan Komunitas Perempuan Petualang Indonesia – Srikandi Nusantara . Hidup ditengah kerusuhan dan bencana, maka tempat tidur bukanlah jadi persoalan, terkadang hrs tidur di ambulans, tidur  di dekat mayat yang belum tau akan dikemanakan, berhari-hari jauh dari rumah dan keluarga. Lantas apa yang aku cari dan dapatkan dengan semua itu? Bertanyalah pada mereka para relawan, maka jawabannya akan nyaris sama. Kebahagiaan. Ya, bahagia karena bisa mengurangi  kesedihan para penyintas, bahagia ketika bisa menemukan yang hilang kembali pada keluarganya, bahagia bisa menghapus airmata kesedihan dengan cara apapun di wilayah bencana. Bahagia ketika menempuh perjalanan jauh untuk berbagi untuk anak-anak di pelosok desa di Indonesia.

Lantas apakah relawan itu adalah orang-orang yang hidupnya tanpa masalah, tanpa kesedihan? Tidak, bahkan dibalik senyum mereka dan keikhlasan mereka disetiap aktivitas kemanusiaan , mereka menyembunyikan banyak kesedihan atau hal-hal yang membuat mereka terjatuh tapi mampu untuk bangkit. Mereka (juga aku) sebagian di antaranya adalah yang melupakan semua kesusahan dalam hidupnya dengan berbagi kebahagiaan dengan menolong orang lain. Jarang terlihat mengeluh dikeseharian, mengganti kesedihan dengan tawa canda. Relawan juga bukanlah orang-orang yang memiliki harta dan hidup berkecukupan, walaupun ada yang meski kaya tapi memilih hidup untuk berbagi dengan sesama.

Ketika membantu Bayu memilihkan sepatu untuk sekolahnya, aku tersenyum mengingat diriku sendiri, bagaimana di Trans Jakarta aku berusaha menyembunyikan sepatuku yang ujungnya mulai “mangap” dan ketika jalan bersama mereka di mall aku harus berhati-hati jangan sampai benar-benar terlepas. Buat aku itu bukan kesedihan, ketika belum bisa menggantinya dengan yang baru. Masih bisa di sol lagi, begitulah yang ada dalam pikiranku. Ketika aku membelikan Bayu sebuah peci baru, pun bukan berarti aku banyak uang. Aku hanya ingin dalam ketiadaan ini masih bisa memberi. (padahal bulan-bulan terakhir aku banyak berhutang pada teman-temanku untuk menyelesaikan permasalahan dan musibah yang aku hadapi). Ini bukan tentang aku, tapi tentang para relawan pada umumnya. Tak pernah ada yang tau apa yang mereka hadapi dalam kehidupan mereka. Yang terlihat dipermukaan adalah mereka selalu ceria, tersenyum untuk orang-orang sekelilingnya. Merelakan waktu mereka untuk melakukan banyak hal untuk membahagiakan orang lain.

Dan mungkin sebagian relawan hari ini adalah sama dengan aku, datang untuk mencari berkah dan kebahagiaan dengan memberi kebahagiaan pada mereka anak-anak Yatim dan Dhuafa. Itulah hakikat kebahagiaan buat para relawan. Ketika melihat wajah-wajah polos itu tertawa dan bahagia, disitu rasanya hati ini nyeess, berasa seperti di aliri air sungai dipegunungan yang sejuk dan dingin. Mulut ini pun seperti diingatkan untuk terus berdzikir dan mensyukuri apapun yang diberikan Allah dalam kehidupan yang sementara ini. Karena sebaik-baik manusia adalah yang bisa memberikan manfaat bagi orang lain.

Support kegiatan Sekolah Relawan
No.rek :
Mandiri 1730020304078
BCA 8691348474
a/n Sekolah Relawan
Contact person 085218553006