MEMAKNAI KEBAHAGIAAN YATIM DAN DHUAFA
Berawal
dari ketertarikan dan keinginan untuk ikut serta kegiatan ini sejak tahun
sebelumnya sehingga aku mengontak Anne, salah satu aktivis di Sekolah Relawan,
dan akhirnya terdaftar sebagai salah seorang relawan atau volunteer untuk
kegiatan Belanja bareng yatim Dhuafa ini. Kali ini Sekolah Relawan melaksanakannya secara
serentak di 35 Wilayah. aku bergabung di wilayah Jakarta yang kegiatan
dipusatkan di Blok M Square.
Agak
sedikit malu dan minder ketemu dengan volunteer-volunteer dari Sekolah Relawan,
dan juga bertemu teman-teman yang baru ketemu disini. Tapi aku niatkan untuk
ikut dari jauh-jauh hari dan tidak sabar menunggu hari pelaksanaannya. Hingga pada
hari nya aku merasa sangat bersemangat dan merasakan yang luar biasa.
Biasanya
kegiatan bersama anak-anak Yatim dan Dhuafa selama ini yang aku ikuti atau aku
buat sendiri bersama komunitas hanya sebatas memberi santunan dan kegembiraan
belajar dan bermain bersama. Maka dalam
kegiatan BBYD ini menemukan makna yang lebih dan berbeda dari biasanya. Setiap
volunteer menjadi kakak asuh untuk 2 hingga 4 anak, dan dia bisa menjadi apa
saja untuk anak-anak tersebut. Mendampingi mereka dan memberikan perhatian
dengan kesabaran dan keikhlasan.
Tanggal
26 Mei 2019 datanglah hari yang ditunggu=tunggu itu, seluruh volunteer
berkumpul di pelataran Blok M Square menyambut anak-anak Yatim dan Dhuafa
dengan senyum penuh kasih sayang. Melihat kepolosan dan kegembiraan kanak-kanak
mereka adalah sebuah kebahagiaan. Mereka adalah anak-anak Yatim yang kehilangan
Bapaknya sejak kecil, Piatu yang sudah tidak pernah merasakan kasih sayang
seorang Ibu, atau anak-anak yang masih memiliki ayah dan ibu namun kurang
beruntung karena kondisi ekonomi yang membuat hidup mereka tidak berpunya. Bagi
kami semuanya sama-sama patut untuk di apresiasi dan diberikan perhatian yang
lebih.
Mereka
datang hari itu dengan pakaian terbaik mereka, bahkan ada yang meminjam sandal
meski kebesaran agar pantas untuk datang ke mall. Kepolosan dan kesederhanaan
itu terlihat dalam segala polah kanak-kanak mereka. Saat pembagian kelompok dan
aku kebagian 2 orang adik asuh, aku langsung mencari mereka diantara
teman-temannya. Bayu dan Syahdan, dua bocah kecil dengan beda karakter,namun
sama-sama baik dan suka bercerita. Pada awalnya Syahdan memohon-mohon untuk
ikut bersama temannya, karena dia tidak kenal dengan Bayu. Aku mencoba memberi pengertian
padanya bahwa bayu adalah juga temannya. Kemudian aku duduk dan berbincang
dengan keduanya.
Bayu
dan Syahdan sama-sama duduk di kelas satu, namun Bayu mengatakan bahwa dia
tinggal kelas. Ternyata dia tidak bisa naik kelas 2 karena usianya yang baru
menginjak 7 tahun, sementara Syahdan masuk SD tepat berusia 7 tahun. Aku
langsung terbayang Fathir ponakan kesayanganku yang begitu sering aku ajak
bertualang, kemping dan naik gunung. Usia mereka terpaut 1 tahun, namun tubuh
mereka sama-sama kurus kecil. Syahdan ketika aku Tanya tentang ayahnya dimana
dan kerja apa, mata nya menerawang jauh dan agak sulit menjawab. Tapi dia
berulang-ulang mengatakan bahwa ayahnya akan pulang tanggal 30 besok. Aku tak
melanjutkan pertanyaan tentang ayahnya karena tak ingin membuatnya berpikir
untuk menjawabnya. Tapi dia dengan senang bercerita tentang kakak perempuannya
yang duduk di kelas 6 dan sebentar lagi masuk SMP. Sementara Bayu membuat
hatiku terenyuh dan berkaca-kaca ketika aku tanya ayahnya kerja dimana. Dengan
kepolosannya dia bilang ayahnya kerjanya tiap hari di kali. Di kali? Ternyata
ayahnya adalah seorang petugas kebersihan yang membersihkan sampah-sampah di
kali. Ayahnya tentunya seorang yang baik yang mengajarkan nilai-nilai kebaikan
pada anak-anaknya. Begitu juga dengan Syahdan. Ketika Syahdan berlari
menghampiri temannya, aku bertanya pada Bayu apa dia puasa. Wajah polosnya
tiba-tiba berkaca-kaca, “aku tadi sahur aku puasa, tapi aku tadi digangguin
sama teman jadi aku nangis”.
Salah
seorang temannya menyahut dari kelompoknya,” bercandaa kaak” ujarnya sambil
tertawa. “Tuuh becandaa sayang, jadi
bagaimana puasanya?”. “ iya deh aku terusin puasanya, kan aku belum minum kak”.
Akupun tersenyum dan memeluknya.
Kemudian
keduanya aku tanya mau beli apa nanti, Bayu sudah siap dengan jawabannya ingin
membeli sepatu sekolah, jaket, dan sarung. Sementara Syahdan hanya menjawab
sirup. Sirup? Dan itu diucapkannya berkali=kali. Yang lainnya? Pokoknya sirup
dulu, kalo nanti ada uangnya pengen beli celana, kenapa ingin beli sirup?
Syahdan bilang kata ibunya mereka belum ada sirup buat lebaran. Aku terpana,
betapa sebotol sirup buat mereka adalah kemewahan saat hari raya.
Dan……
saat belanja pun tiba, semua volunteer membawa adik-adik asuh masing-masing
masuk ke mall Blok M. aku menggenggam tangan Bayu dan Syahdan mengikuti yang
lainnya. Semuanya diarahkan ke Carefour terlebih dahulu. Saat tiba di depan
Carefour Syahdan dengan girangnya langsung teriak “ Kak, itu sirupnya kak, aku
mau sirup rasa jeruk” sambil menunjuk ke deretan sirup yang terletak di bagian
depan Carefour. Sebelumnya ada cerita
lucu, bagaimana Bayu menggenggam erat tanganku saat hendak naik Eskalator.
Ternyata dia takut melihat dan naik tangga berjalan itu. Aku pelan-pelan
membantu menumbuhkan rasa percaya dan keberaniannya untuk menaiki tangga
berjalan itu.
Di
Carefour, setelah berputar mencari apa yang mereka inginkan namun tidak ketemu,
aku berinisiatif membawa mereka berdua keluar dari Carefour untuk turun ke
pasar bawah. Jadi kami hanya belanja 2 botol sirup orange untuk Syahdan dan 1 botol
sirup pandan untuk Bayu. Sementara itu salah seorang volunteer photographer
mengikuti kami dan minta izin untuk ikut kami belanja. Pada saat belanja ini
lah aku belajar banyak hal dari mereka berdua. Kesederhanaan hidup mereka
membuat mereka tak punya keinginan untuk beli ini itu yang tidak mereka
butuhkan. Kemudian toleransi dan kesabaran keduanya satu sama lain. Ketika kami
harus mutar- mutar untuk mencari sarung dan sepatu bayu, Syahdan dengan sabar
mengikuti. Sesekali dia memanggil aku dan bertanya ketika melihat beberapa
barang. Begitupun sebaliknya ketika harus berputar mencari celana yang
diinginkan Syahdan , Bayu sabar mengikuti dan tetap menggenggam tanganku. Aku
terbiasa berkegiatan dengan anak-anak dan aku menyukai anak-anak, sehingga aku
memperlakukan mereka seperti anakku atau adikku sendiri, karena itulah yang
mereka butuhkan. Benar kata bang Bayu Gawtama, bukan soal barang yang mereka
butuhkan yang terpenuhi hari itu, tapi juga kerinduan. Kerinduan akan perhatian
dan kasih sayang orang-orang yang hilang dalam hidup mereka. Entah kapan
terakhir mereka merasakan perhatian, genggaman tangan orang yang mengasihi
mereka, entah kapan terakhir mereka dipeluk oleh orang yang penting dalam hidup
mereka. Kebahagiaan itu lebih besar artinya daripada barang-barang yang mereka
beli.
Akhirnya
setelah memilih ini itu dan mengitari lantai 1 dan 2 blok m mall, semua
mendapatkan barang yang sesuai dengan keinginan dan dana yang ada. Namun ada
yang harus dilupakam, seperti keinginan Syahdan yang sangat ingin membeli
sebuah sepatu roda untuk dipakainya bersama kakaknya, karena aku memberi
pengertian padanya jika dia membeli sepatu roda maka kamu ga bisa membeli
barang lainnya, bukankah kamu ingin celana panjang? Wajah polosnya memahami dan
langsung melupakan si sepatu roda (yang jujur akupun ga tau berapa harganya,
namun aku melihat bahwa banyak barang lainnya yang lebih dia butuhkan). Ketika
Syahdan membeli Celana, aku cukup terharu karena si bapak penjual ketika tau
yang aku bawa adalah anak-anakyatim dan dhuafa, beliau langsung memberi harga
yang jauh dari harga biasanya. Sebuah celana levis yang biasanya dibandrol
150rb diberinya dengan harga 100rb aja, begitu juga sebuah kaos yang dibandrol
dengan harga 50rb dikasih dengan harga 30ribu. Masih banyak orang baik di muka
bumi ini, begitupun saat Bayu memilih sarung untuknya. Hari ini bayu
mendapatkan hadiah peci dari aku ketika dia ingin sekali peci baru sementara
uangnya sudah habis, dan juga sepasang sandal dari kakak photographer yang
begitu perhatian pada keduanya. Aku ingin membelikan sesuatu buat kakak
Syahdan, namun sayang tidak tau ukuran badannya atau sebesar apa tubuhnya. Dan
belanja pun selesai, Bayu dengan sirup,sepatu sekolah, sarung, peci dan
sandalnya, sementara Syahdan dengan sirup, celana panjang, sandal, kaos dan 2
stelan kaos jakartanya.
Banyak
cerita mengharukan dari anak-anak lainnya yang diceritakan teman-teman
volunteer BBYD. Misalnya cerita volunteer Rafiatul tentang adik asuhnya bernama
Angga (10thn) yang membelikan boneka untuk adik perempuannya yang berumur 7thn
dan Rifki yang saat memilih sandal juga bertanya pada si penjual adakah ukuran
yang lebih kecil, yang ternyata dia ingin membelikan untuk adik lelakinya .
percaya atau tidak ada anak yang sangat ingin membeli nugget karena belum
pernah ngerasain nugget itu kayak apa. (jangan nangis pliiss, karena aku yakin
Anne si kakak asuh pasti mewek saat itu ). Bahkan Bayu yang dibelikan sandal
oleh kakak photographer tadi (maafkaaan aku lupaa namanya kaak), ketika ditanya
kenapa pengen sandal, dia bercerita sambil memperlihatkan sandalnya yang emang
sudah dekil, sekarang saya ga akan diketawain teman-teman lagi kaak. Ooh Good,
betapa terkadang kurang bersyukurnya kita terhadap apa yang kita miliki. Buat
mereka hidup adalah sesuai dengan kemampuan mereka, tak ada hasrat memiliki
suatu barang mewah selain apa yang belum pernah mereka miliki, mereka cicipin,
dan semuanya hanyalah sesuatu yang sederhana saja.
Dan
cerita serta kisah yang mengharubiru hari ini berakhir dengan sebuah perpisahan
yang rasanya sulit melepas kepulangan mereka kembali kerumah masing-masing. Ada
yang tertinggal di hati dan mengingatkan diri agar tahun depan bisa kembali
bertemu dengan mereka atau anak-anak lainnya.
Jika
dikatakan takdir, maka aku akan mengatakan bahwa takdirku adalah menjadi
volunteer dan bukanlah orang yang sukses dengan pekerjaan ataupun usaha. Memulai
beraktivitas sebagai volunteer di PMI Jakarta Timur 20thn silam, kemudian
menyusul Volunteer di Gunung Gede Pangrango, YKS Paramita – Walubi, hingga di
Emergency Respond Merah Putihnya Garuda Nusantara dan Komunitas Perempuan
Petualang Indonesia – Srikandi Nusantara . Hidup ditengah kerusuhan dan bencana,
maka tempat tidur bukanlah jadi persoalan, terkadang hrs tidur di ambulans,
tidur di dekat mayat yang belum tau akan
dikemanakan, berhari-hari jauh dari rumah dan keluarga. Lantas apa yang aku
cari dan dapatkan dengan semua itu? Bertanyalah pada mereka para relawan, maka
jawabannya akan nyaris sama. Kebahagiaan. Ya, bahagia karena bisa mengurangi kesedihan para penyintas, bahagia ketika bisa
menemukan yang hilang kembali pada keluarganya, bahagia bisa menghapus airmata
kesedihan dengan cara apapun di wilayah bencana. Bahagia ketika menempuh
perjalanan jauh untuk berbagi untuk anak-anak di pelosok desa di Indonesia.
Lantas
apakah relawan itu adalah orang-orang yang hidupnya tanpa masalah, tanpa
kesedihan? Tidak, bahkan dibalik senyum mereka dan keikhlasan mereka disetiap
aktivitas kemanusiaan , mereka menyembunyikan banyak kesedihan atau hal-hal
yang membuat mereka terjatuh tapi mampu untuk bangkit. Mereka (juga aku)
sebagian di antaranya adalah yang melupakan semua kesusahan dalam hidupnya
dengan berbagi kebahagiaan dengan menolong orang lain. Jarang terlihat mengeluh
dikeseharian, mengganti kesedihan dengan tawa canda. Relawan juga bukanlah
orang-orang yang memiliki harta dan hidup berkecukupan, walaupun ada yang meski
kaya tapi memilih hidup untuk berbagi dengan sesama.
Ketika
membantu Bayu memilihkan sepatu untuk sekolahnya, aku tersenyum mengingat
diriku sendiri, bagaimana di Trans Jakarta aku berusaha menyembunyikan sepatuku
yang ujungnya mulai “mangap” dan ketika jalan bersama mereka di mall aku harus
berhati-hati jangan sampai benar-benar terlepas. Buat aku itu bukan kesedihan,
ketika belum bisa menggantinya dengan yang baru. Masih bisa di sol lagi,
begitulah yang ada dalam pikiranku. Ketika aku membelikan Bayu sebuah peci
baru, pun bukan berarti aku banyak uang. Aku hanya ingin dalam ketiadaan ini
masih bisa memberi. (padahal bulan-bulan terakhir aku banyak berhutang pada
teman-temanku untuk menyelesaikan permasalahan dan musibah yang aku hadapi). Ini
bukan tentang aku, tapi tentang para relawan pada umumnya. Tak pernah ada yang
tau apa yang mereka hadapi dalam kehidupan mereka. Yang terlihat dipermukaan
adalah mereka selalu ceria, tersenyum untuk orang-orang sekelilingnya. Merelakan
waktu mereka untuk melakukan banyak hal untuk membahagiakan orang lain.
Dan
mungkin sebagian relawan hari ini adalah sama dengan aku, datang untuk mencari
berkah dan kebahagiaan dengan memberi kebahagiaan pada mereka anak-anak Yatim
dan Dhuafa. Itulah hakikat kebahagiaan buat para relawan. Ketika melihat
wajah-wajah polos itu tertawa dan bahagia, disitu rasanya hati ini nyeess,
berasa seperti di aliri air sungai dipegunungan yang sejuk dan dingin. Mulut ini
pun seperti diingatkan untuk terus berdzikir dan mensyukuri apapun yang
diberikan Allah dalam kehidupan yang sementara ini. Karena sebaik-baik manusia
adalah yang bisa memberikan manfaat bagi orang lain.
Support
kegiatan Sekolah Relawan
No.rek
:
Mandiri
1730020304078
BCA
8691348474
a/n
Sekolah Relawan
Contact
person 085218553006