Taman
Nasional Ujung Kulon terletak di ujung barat pulau Jawa, memiliki luas 105.694,46
ha terdiri dari 61.357,46 ha daratan dan 44.337 ha lautan. Taman Nasional ini
terkenal karena menjadi Habitat Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) yang
merupakan satwa langka dan hanya terdapat di sini. Selain itu adalah dikenalnya
sebagai salah satu warisan alam dunia atau The Natural World Heritage Site.
Taman
Nasional Ujung Kulon merupakan fakta sejarah sisa-sisa letusan hebat gunung
Krakatau yang terjadi pada tahun 1883. Dan ini mempengaruhi jenis-jenis tumbuhan
yang tersebar di dalamnya setelah mengalami suksesi, terbagi beberapa vegetasi
yaitu :
-
Hutan pantai yang
terdiri dari formasi pes caprae seperti katang-katang (Ipomoea pes-caprae),
Jukut kiara (Spinnifex littereus) dan pandan (Pandanus tectorius) dan formasi
Barringtonia seperti Butun (Barringtonia asiatica) dan Api-api (Avicena spp)
-
Hutan Mangrove
yang umum ditemui yaitu padi-padi (Lumnitzera racemosa)
-
Hutan rawa air
tawar ditandai dengan jenis Typha(Thypa angustifolia) dan Teki (Cyperus spp)
-
Hutan hujan
tropis dataran rendah ditandai dengan banyaknya Palma
-
Padang rumput
Taman
Nasional Ujung Kulon dikalangan para Traveler lebih dikenal dengan pulau-pulau
cantiknya yaitu Pulau Peucang, Pulau Panaitan dan Pulau Handeuleum. Dua pulau
yaitu Peucang dan Handeuleum setiap minggunya dipenuhi oleh banyak pengunjung.
Pulau Peucang yang terkenal dengan pasir putihnya serta beberapa spot terbaik
untuk snorkling menjadi daya tarik untuk dikunjungi. Namun petualangan
sesungguhnya ada di daratan Ujung Kulon, yang menyimpan begitu banyak pesona
yang tentunya berbeda dengan wisata di Pulau-pulau tersebut. Treking di daratan
Ujung Kulon biasanya hanya dilakukan oleh para petualang dan peneliti. Sensasinya
akan sangat berbeda dengan snorkling dan bermain di pantai berpasir putih
Peucang atau sekedar treking ke Karang Copong maupun ke padang pengembalaan
Cidaon.
Dari
peta Taman Nasional Ujung Kulon kita bisa melihat beberapa nama tempat atau pos
yang mengitari wilayah daratan semenanjung Ujung Kulon. Semua tempat itu bisa
ditempuh dengan berjalan kaki dengan melalui berbagai medan vegetasi seperti
Hutan Mangrove, pantai, Hutan Hujan tropis dataran rendah, hutan rawa air
tawar, sungai, hingga padang rumput. Pos-pos dan tempat yang umum menjadi tempat
persinggahan saat treking mulai dari selatan hingga utara adalah sebagai
berikut : Kalejetan – Karang ranjang – Cibandawoh – Cikeusik – Citadahan –
Cibunar – Sanghyang sirah – Ciramea – Tanjung Layar – Cibom – Cidaon – Citerjun
– Nyawaan – Jamang – Citelang – Cigenter. Namun bagi para Trekker jarang sekali
yang menempuh keseluruhan tempat tersebut yang jarak tempuhnya cukup jauh dan
makan waktu berhari-hari. Pada umumnya hanya menempuh jalur Kalejetan – karang ranjang
– Cibandawoh – Cibunar – Cidaon – Cibom – Tanjung Layar kemudian kembali ke
Cidaon dan pulang dengan kapal ke Taman Jaya.
Berikut
adalah salah satu alternatif rute yang bisa ditempuh dalam waktu 3 hingga 4
hari untuk treking di Taman Nasional Ujung Kulon :
Taman Jaya – Karang Ranjang – Cibandawoh
– Cikeusik
Jalur
ini merupakan jalur terpanjang dengan waktu tempuh yang cukup lama, namun
adalah pilihan terbaik jika waktu kita hanya sekitar 3-4hari saja. Selain itu
adalah untuk menghindari terik matahari sepanjang jalur cibandawoh – cikeusik pasa
waktu siang hari, karena arah matahari berada tepat didepan kita selama
pernjalanan menyusuri pantai. Setelah menempuh perjalanan hampir seharian dari
Jakarta menuju Desa Taman Jaya, beristirahat semalam cukup menyegarkan tubuh
untuk bersiap melakukan perjalanan panjang keseokan harinya. Dari Taman Jaya
menuju Karang Ranjang menempuh jarak sekitar 12 km, melalui Hutan Mangrove,
Hutan Pantai dan Hutan Hujan tropis dataran rendah. Perjalanan dari desa Taman
Jaya ditandai dengan Tugu Taman Nasional Ujung Kulon, kemudian setelah melewati
desa terakhir, kita akan memasuki Hutan mangrove dan Hutan rawa air tawar. Melewati
beberapa muara, diantaranya ada yang cukup dalam namun terdapat jembatan kayu
yang dibuat untuk menyeberanginya. Jika datang di musim panas atau kemarau maka
jalur disini cukup mudah untuk dilalui meski tetap harus berhati-hati karena
melewati akar-akar pohon. Tetapi jika di musim hujan, maka perjalanan akan
sedikit lebih sulit karena akan melewati jalur yang sudah pasti menjadi rawa
karena terendam oleh air. Dalam kondisi ini sepatu boot lebih baik digunakan
daripada sepatu treking. Namun jika pandai memilih-milih untuk melangkah
genangan air masih bisa dihindari meski tetap akan dipenuhi lumpur.
Mendekati
Karang Ranjang jalur trek mulai agak rata. Dan ombak laut selatan mulai
terdengar dan hembusan angin dari laut selatan terasa sejuk menerpa. Sepanjang perjalanan
di jalur ini jika tidak sedang musim hujan kita akan mudah melihat beberapa
satwa seperti babi hutan dan kelelawar besar serta beberapa burung. Di Karang
ranjang bisa beristirahat sejenak untuk makan siang dan mempersiapkan kembali
air minum untuk melanjutkan perjalanan. Di Karang ranjang terdapat Pos yang
bisa digunakan untuk menginap, dahulu setiap saat akan ada petugas Polhut yang
berjaga, namun sekarang hanya digunakan untuk patroli serta basecamp bagi
petugas RPU (Rhino Protection Unit) yang mempunyai jadwal setiap tanggal 1
hingga 15 setiap bulannya. Disini juga tersedia sumber air tawar yang terdapat
di dua buah sumur.
Dari
Karang Ranjang menuju Cibandawoh jalur yang ditempuh akan melewati hutan pantai
dan hutan hujan tropis dataran rendah, yang akan menembus sebuah tanjung
bernama Tanjung Telereng. Keluar dari hutan sesampainya kita di Cibandawoh,
pantai dan lautan terbuka menyambut. Ditempat ini biasa digunakan untuk camp
atau bermalam. Namun untuk waktu yang singkat maka lebihbaik mengejar tiba di
Cikeusik atau Citadahan pada malam hari. Istirahat sejenak dan mempersiapkan
air untuk bermalam di cikeusik, air bisa diambil dari sumber air yang terdapat
di Cibandawoh. Air disini agak sedikit berasa air payau atau air rawa. Namun setidaknya
masih cukup baik untuk dikonsumsi. Namun akan lebih baik jika mempersiapkan air
dari Karang ranjang. Di Cikeusik sebenarnya terdapat sumber air, namun jika
pasang telah naik maka akan sulit untuk mengambilnya di seberang muara.
Dari
Cibandawoh menuju Cikeusik akan menempuh jarak sekitar 10 km menyusuri pantai
terbuka. Disini biasanya tim akan mulai terpecah dengan jarak yang berjauhan. Tetaplah
menunggu teman yang tertinggal dibelakang dan menggunakan waktu untuk istirahat
sejenak di batang-batang kayu yang terdapat di hamparan pantai. Jika tidak
menggunakan alas kaki hindarilah berjalan disisi daratan yang penuh sampah dari
lautan. Tetapi jika menggunakan sepatu sisi ini akan sangat menguntungkan
karena pasir agak sedikit padat untuk diinjak. Jalur ini dikalangan petugas dan
pencinta treking Ujung Kulon dikenal sebagai ‘tempat belanja’. Gurauan ini
dikarenakan sepanjang jalur ini banyak sekali sampah dan kita akan sering
menemukan barang-barang aneh dan unik yang berasal dari kapal-kapal diseberang
lautan yang terbawa dan mendarat disepanjang pantai ini. Ingin mengkoleksi
botol-botol minuman keras semacam vodca dan lain-lain? Silahkan ambil sepanjang
pantai ini asal tidak keberatan dengan beban tambahan tersebut.
Di
Cikeusik akan sampai sudah agak malam sekitar jam 10, dan tempat untuk bermalam
adalah di bagian ujung bagian atas pantai, sebelum sebuah muara. Tempat ini
biasa juga digunakan untuk bermalam oleh tim RPU/RMU ataupun nelayan dan
penziarah. Gunakanlah waktu untuk istirahat sebaik-baiknya setelah masak dan
makan malam. Karena meskipun jarak tempuh keesokan hari tidak begitu jauh namun
akan cukup menguras tenaga. Jika cuaca cukup baik, bangunlah pagi-pagi dan dari
sini akan bisa menyaksikan sunrise atau matahari terbit dari arah Cibandawoh
atau di atas Tanjung Telereng.
Cikeusik – Citadahan – Cibunar
Pagi
hari setelah sarapan segeralah berkemas dan memulai perjalanan kembali. Jika musim kemarau muara akan bisa
diseberangi dengan kedalaman air sebatas lutut, namun jika masih dimusim hujan
atau musim barat, maka muara Cikeusik akan banjir dan harus menyeberanginya
dengan menggunakan bilah-bilah styrofoam yang terdapat di camp. Atau menyeberanginya
dengan kedalaman air setinggi dada. Matahari pagi akan sedikit membuat lelah
ketika menempuh jalur pantai menuju Citadahan, yang sebenarnya sudah cukup
dekat. Di jalur ini kita akan menemui jejak-jejak Badak disisi kanan pantai
atau sisi daratan. Akan sedikit merasa tertipu karena kita tidak pernah tahu
kapan Ikon Taman Nasional Ujung Kulon itu melalui tempat itu. Malam saat
tertidurkah atau pagi-pagi sekali dia telah melakukan perjalanan panjang menuju
muara Cikeusik.
Sampai
di Citadahan akan kembali bertemu muara, jika tidak sedang pasang bisa
diseberangi dengan ketinggian air sebatas lutut. Dari sini kita akan masuk ke
jalur hutan pantai yang didominasi oleh tumbuhan pandan. Kemudian akan melalui
padang pengembalaan, dimana masih terdapat banyak Banteng . Hamparan padang
rumput yang hijau menyambut langkah dan disisi laut akan terlihat karang-karang
dengan bentuk patahan-patahan atau teras-teras yang cukup unik , dan ini
memanjang dari Citadahan hingga Cibunar.
Memasuki
Cibunar terdapat sebuah muara pertemuan air laut yang menjorok ke dalam dan
aliran air sungai yang berasal dari gunung Cipayung. Ditempat ini bisa
beristirahat cukup lama sekaligus menikmati keindahan alam Ujung Kulon. Dari sebuah
saung yang terdapat di depan bangunan pos, kita bisa memandang ke arah jajaran
karang-karang sepanjang Citadahan-Cibunar. Di malam hari bisa memancing dan
menyaksikan lampu-lampu kapal nelayan yang bertebaran disekitar Cibunar. Selain
itu bisa menikmati segarnya air sungai Cibunar dan keindahan air terjun yang
terdapat dibelakangnya.
Pada
pagi hari jika cerah, maka Cibunar adalah tempat terbaik untuk menyaksikan
matahari terbit. Semua rasa lelah terbayar dengan semua keindahan yang bisa
dinikmati di sini. Manfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya, dan banyaklah
bertanya pada guide ataupun porter yang mendampingi, tentang berbagai hal dan
cerita menarik tentang Ujung Kulon.
Cibunar – Cidaon
Pagi
hari siapkan sarapan dan mulailah berkemas, jangan lupa untuk kembali
membersihkan pos dan saung dari sampah. Tutup kembali pintu pos dan tinggalkan
dalam keadaan bersih. Perjalanan menuju Cidaon bisa ditempuh melalui dua jalur,
yaitu kembali kepadang pengembalaan atau melalui jalur dibelakang pos yang
melewati sungai. Sepanjang jalur ini akan banyak sekali menemui jejak Badak
yang memintas jalur trek yang digunakan. Akan terasa menyenangkan jika
perjalanan ini diselingi dengan belajar tentang banyak hal . sesekali akan terdengar
teriakan atau bunyi khas burung Rangkong yang banyak sekali terdapat
dibelantara Ujung Kulon.
Jalur
Cibunar – Cidaon adalah Hutan hujan tropis dataran rendah, akan banyak sekali
kita menemui beberapa tumbuhan yang menjadi pakan Badak, salah satunya adalah
Langkap (Arenga obtusifolia). Dan di jalur ini akan melewati beberapa sungai
yang mengalir jernih, jadi jangan takut kehabisan air minum. Beristirahat sejenak
di pinggiran sungai cijengkol akan sedikit menyegarkan dan bisa memasak air untuk
sekedar minum kopi atau teh.
Jalur
ini ada bagian yang sedikit berat karena merupakan tanjakan dan turunan di
gunung kendeng. Kemudian jika musim hujan jalur dipenuhi oleh air dan sedikit
berlumpur. Namun tidak mengurangi keseruan dan keasikan bertualang di Taman
Nasional Ujung Kulon ini. Mendekati Cidaon jalur mulai terbuka agak sedikit
lebar , dan kita akan sampai di sungai Cidaon yang dipinggirannya ada sebuah
camp, yang sering digunakan oleh petugas patroli atau tim RPU maupun RMU. Bisa beristirahat
mendirikan camp disini atau jika ingin melakukan pengamatan satwa di padang
pengembalaan terdapat sebuah menara, yang di atasnya kita bisa bermalam, tetapi
tidak disarankan karena khawatir diserang oleh monyet (Macaca fascicularis)
yang merebut makanan. Jadi sebaiknya camp di tepi sungai dan jika ingin melakukan
pengamatan satwa bisa berjalan ke menara pengamatan di padang pengembalaan ini.
Disini akan banyak ditemui Banteng dan merak.
Setelah
bermalam di camp Cidaon, bisa melanjutkan perjalanan kembali ke Taman Jaya
dengan menggunakan kapal yang akan menjemput di dermaga Cidaon. Dermaga berada
tak jauh dari padang pengembalaan atau sekitar 200 m dari camp Cidaon. Untuk penjemputan
harus memesan kapal saat masih berada di Taman Jaya, dan perhitungan hari harus
pas karena biasanya kapal berangkat sehari sebelumnya dan bersandar di dermaga
Pulau Peucang. Saat perjalanan pulang
bisa singgah sejenak di Pulau Peucang untuk menyaksikan keindahan pulau
tersebut. Perjalanan dari Pulau Peucang kembali ke Taman Jaya bisa ditempuh
sekitar 2,5 jam.
Di
Taman Jaya, saat sore masih ada sesi penutup yang akan membuat perjalanan ke
Ujung Kulon tak terlupakan. Saksikan matahari tenggelam di dermaga Taman Jaya
atau bagian pantai lainnya. Masih banyak obyek bagi para penggemar photography
di bagian akhir Treking Ujung Kulon ini. Sunset di Taman Jaya sayang untuk
dilewatkan begitu saja, sebelum mengistirahatkan tubuh sebelum pulang dan
meninggalkan Taman Nasional Ujung Kulon.
photo : Koleksi Dinny dan Ridwan Setiawan/IwanPodol
Tidak ada komentar:
Posting Komentar