Judul
di atas adalah judul dari sebuah buku. Penulis buku ini adalah Hj Pocut
Haslinda Muda Dalam Hazwar, ibunda dari Teuku Raffli, yang sempat aku temui
ketika itu dirumahnya di kawasan jakarta Selatan. Beliau menghadiahkan 6 buah
buku karyanya tentang sejarah dan perjuangan rakyat aceh di masa lampau, dan
ke-6 nya Beliau tandatangani khusus, dengan pesan agar membaca buku-buku
tersebut sehingga mengenal sejarah perjuangan rakyat aceh yang sesungguhnya.
Dan yang paling menarik buat aku adalah satu buku dengan judul seperti di atas.
Jika selama ini hanya mengenal beberapa nama yang sangat dikenal sebagai
pahlawan wanita dari Aceh, seperti Cut Nyak Dien dan Cut Meutia, ternyata masih
sederet lagi perempuan-perempuan hebat dan perkasa yang berada di garis depan
perlawanan Aceh terhadap penjajah. Merekalah perempuan-perempuan bercahaya itu.
Salah
satunya adalah bernama Keumalahayati,
yang diberi gelar Laksamana (Admiral), karena jasanya dalam mengawal
kepentingan Aceh di lautan di masa pemerintahan Sultan Alaiddin Riayatsyah Al
Mukammil (1589 – 1604) atau yang sering disebut Sultan Al Mukammil. Sebelum diangkat menjadi Laksamana,
Keumalahayati meniti karir sebagai komandan pasukan wanita dengan tuga sebagai
pengawal istana sekaligus intelijen kerajaan dan tugas ini dijalankan dengan
sukses. Karena keberhasilannya ini Sultan mempercayainya untuk mengemban tugas
memimpin pasukan angkatan laut dengan pangkat Laksamana.
Bangsa
asing yang pertama kali datang ke aceh dan wilayah sekitarnya dengan melakukan
tindakan negatif adalah Portugis pada abad XVI. Portugis merebut kota Malaka
dari tangan orang Islam pada tahun 1511, dan juga melakukan intervensi ke
kerajaan-kerajaan sekitar malaka. Tindakan semena-mena ini memancing konflik
dengan Aceh yang pada saat itu telah tumbuh menjadi kerajaan besar dan
mengganti peran Malaka yang telah ditundukkan Portugis. Konflik ini berlangsung
lama sekali mulai abad XVI sampai abad XVII. Dalam suasana konflik inilah
muncullah pejuang dan tokoh penting yang memperjuangkan kepentingan
masing-masing pihak. Di pihak aceh, Laksamana Keumalahayati adalah salahsatu
pejuang yang mempertahankan harkat dan martabat bangsanya melawan Portugis.
Menurut
sebagian keterangan , Sultan Sayid Mukammil lebih percaya pada wanita dalam
pengamanan kerajaan. Untuk mengawal istana, ia merekrut 40 perempuan yang
dipimpin Laksamana Keumalahayati. Dengan keahlian militer dan diplomasinya
Laksamana Keumalahayati mampu menyelamatkan Aceh dari jebakan yang telah
disiapkan bangsa kolonialis barat sehingga semua aset ekonomi, politik dan
pertahanan aceh bisa tetap dipertahankan. Hal ini karena ia tidak terjebak
kepentingan pribadi untuk memperkaya diri sendiri ataupun godaan kekuasaan
menjadi penguasa aceh walaupun dia banyak memiliki kesempatan untuk itu.
Suami
Keumalahayati adalah seorang Laksamana yang turut tewas bersama sekitar seribu
prajuritnya pada saat terjadi pertempuran Teluk haru antara armada Selat malaka
aceh dan armada Portugis. Dan setelah pertempuran itu, Keumalahayati memohon
kepada Sultan Al Mukammil untuk membentuk sebuah armada aceh yang
prajurit-prajuritnya adalah para wanita janda yang suaminya telah syahid di
Teluk haru. Permohonan ini dikabulkan dan Keumalahayati menjadi panglimanya. Armada
ini disebut Armada Inong Balee (Armada wanita janda), dengan mengambil Teluk
Krueng Raya sebagai pangkalannya. Dan peristiwa Houtman Bersaudara telah
mengangkat Laksamana Keumalahayati ke puncak kegemilangan. Armada Inong Balee
adalah terdiri dari seratus buah kapal perang yang setiap kapal dilengkapi
dengan meriam-meriam. Untuk ukuran zaman itu Armada Inong Balee dipandang
sebagai armada yang kuat di selat Malaka bahkan di Asia Tenggara, seperti yang
dijelaskan Prof.Dr.Denys Lombard di sebuah buku karyanya berjudul Kerajaan Aceh
di Zaman Iskandar Muda.
Armada
dagang Belanda yang dipersenjatai layaknya kapal perang di bawah pimpinan dua
bersaudara Cornelis de Houtman dan Frederijk de Houtman pada 1599 memasuki
pelabuhan Banda Aceh yang diterima dengan wajar sebagai armada dagang negara
sahabat. Tetapi sayangnya dua bersaudara Houtman mengkhianati kepercayaan
Sultan. Mereka membuat manipulasi dagang, mengacau, menghasut dan sebagainya. Bagi
Sultan tidak ada jalan lain kecuali memerintahkan Panglima Armada Inong Balee
menyerbu kapal-kapal perang Belanda yang disamarkan dengan kapal dagang
tersebut. Cornelis de Houtman mati ditikam Keumalahayati sendiri dengan
rencongnya, sementara Frederijk ditawan
Seorang
penulis wanita Marie van C, zeggelen dalam bukunya berjudul “Oude Glorie,
antara lain menulis yg terjemahannya : “ di kapal van Leeuw telah dibunuh
Cornelis de Houtman dan anak buahnya oleh Laksamana Keumalahayati sendiri,
sementara sekretaris rahasianya menyerang Frederijk de Houtman dan ditawannya
serta dibawa ke darat”.
Buku lain yang berjudul Vrouwelijke Admiral Malahayati, sangat memuji-muji Malahayati (keumalahayati). Menurutnya Armada Inong Balee terdiri dari 2.000 orang prajurit wanita, dan belum ada seorang wanita pun di dunia yang menjadi panglima armada seperti Keumalahayati. Dan keumalahayati telah memainkan peranan sangat penting dalam Kerajaan Aceh Darussalam, tidak saja sebagai panglima armada inong Balee, tetapi juga sebagai negarawan dan diplomat ulung.
Buku lain yang berjudul Vrouwelijke Admiral Malahayati, sangat memuji-muji Malahayati (keumalahayati). Menurutnya Armada Inong Balee terdiri dari 2.000 orang prajurit wanita, dan belum ada seorang wanita pun di dunia yang menjadi panglima armada seperti Keumalahayati. Dan keumalahayati telah memainkan peranan sangat penting dalam Kerajaan Aceh Darussalam, tidak saja sebagai panglima armada inong Balee, tetapi juga sebagai negarawan dan diplomat ulung.
Dan
sejak itu beberapa orang sultan di kerajaan Aceh Darussalam mempercayakan
pengawalan istana kepada pasukan wanita khusus. Sukey Inong Kaway Istana atau
Resimen Wanita Pengawal Istana dibentuk oleh Sultan Muda Ali Riayat Syah
V. Tugasnya adalah untuk menjaga dan
memelihara ketertiban dalam istana, termasuk menjadi barisan kehormatan untuk
menghormati tamu-tamu kehormatan kerajaan.
Demikianlah
riwayat singkat salahsatu dari Perempun Bercahaya dalam lintasan sejarah aceh.
Bunda Pocut menulisnya dengan harapan agar para wanita mulai tersadarkan
kembali, betapa dibalik kelemahan mereka tersimpan api kepemimpinan yang
disokong oleh keteguhan visi dalam menghadapi setiap masalah yang menghadang.
(sumber : Perempuan bercahaya dalam lintasan sejarah Aceh, Hj Pocut Haslinda Muda Dalam Azwar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar