Taman
Nasional Ujung Kulon adalah warisan keindahan dunia, yang mempesona di setiap
sudutnya. Mulai dari Pulau Peucang yang menarik ribuan traveller untuk datang
berkunjung menikmati biru laut dan pasir putih pantainya juga keheningan
alamnya, Pulau Panaitan dengan sejuta pesonanya, Pulau Handeuleum dengan pesona
magis dan penuh petualangan seru di sungai cigenternya, hingga Pulau Badul
tempat pelestarian Terumbu Karang yang menjadi persinggahan menarik untuk
melakukan penyelaman (snorkling atau diving).
Namun
Taman Nasional Ujung Kulon tidak hanya itu karena luas daratannya yang
merupakan habitat Badak Jawa (Rhinoceros sundaicus) juga menyimpan banyak
destinasi-destinasi lain yang sayang untuk dilewatkan. Jika yang memiliki hobi
treking, maka daratan semenanjung Ujung Kulon adalah tempat yang sangat menarik
untuk dijelajahi berhari-hari. Begitu banyak persinggahan yang akan mencatat
banyak kenangan saat meninggalkannya. Hutannya yang terdiri dari beberapa type
yaitu Hutan Hujan Tropis, Hutan Rawa, Hutan Pantai dan Hutan Dataran Rendah
adalah kombinasi yang sangat komplit.
Untuk
menjelajahi daratan Taman Nasional Ujung Kulon, bisa ditempuh dari lautan yaitu
langsung memasuki Padang Savana atau Padang Pengembalaan Cidaon yang selalu
dikunjungi satu paket dengan Pulau Peucang. Umumnya ditempuh dengan kapal dari
desa Sumur. Sementara untuk memasuki kawasan hutan melalui selatan, maka harus
menempuh jarak lebih kurang 2 jam lagi dari Sumur. Sebenarnya jarak sekitar 16
km tidaklah jauh, namun karena jalanan yang rusak sejak dahulu, jarak ini
ditempuh dalam waktu yang lebih dari seharusnya. Dari Sumur ini kita akan
menuju Desa Taman Jaya, yang merupakan sentral persinggahan dan bisa dibilang
gerbang atau pintu masuk menuju belantara Taman Nasional Ujung Kulon. Disini
juga terpusatkan Kantor untuk wilayah Resort Panaitan dan Handeuleum juga
Peucang, dan juga pusat semua kegiatan Monitoring badak.
Jika
tidak ingin menyeberang ke Peucang atau Handeuleum atau pun tidak ingin
melakukan treking, maka tidak ada ruginya untuk berkunjung ke Taman Jaya ini.
Tempat yang juga jadi tempat transit pengunjung yang akan ke Pulau, menyediakan
akomodasi penginapan yang terjangkau dan cukup baik. Di antaranya adalah Sunda
Jaya, Rimba Jaya dan Villa Prima, dimana harga sewa kamarnya berkisar 150 ribu
untuk kamar double bed dan sekitar 200 ribu hingga 250 ribu untuk kamar single
bed dengan kamar mandi di dalam. Penginapan ini semuanya terletak di tepi laut
dan dekat dengan dermaga Taman Jaya.
Di
penginapan ini tersedia halaman yang cukup untuk parkiran kendaraan pengunjung.
Untuk Sunda Jaya jika tidak ingin menginap dikamarnya, bisa juga membayar untuk
areal camping di halaman berumput yang menghadap ke laut. Hanya saja untuk
mencari makanan agak sulit disini kecuali pesan di Rimba Jaya, sebuah warung
Bakso di dekat Rimba Jaya dan pecel ayam yang berada di pinggir jalan raya. Untuk
membeli keperluan sehari-hari banyak terdapat warung disini, sehingga tidak
perlu khawatir, tetapi lebih baik saat di Sumur singgahlah di minimarket
terakhir yang ada disana jika ingin membawa bekal makanan ringan atau snack.
Semua
penginapan tersebut berada tidak jauh dari Dermaga yang menjadi tempat
bersandarnya kapal-kapal penumpang yang akan berangkat atau pulang dari dan ke
Pulau Handeuleum, Pulau Peucang, Sanghyang sirah ataupun kapal-kapal yang antar jemput tim RMU, RHU ataupun RPU setiap
jadwal yang telah ditetapkan. Dermaga
ini cukup sederhana namun menjadi salah satu tempat favorite buat masyarakat
sekitar untuk bercengkrama melewati waktu senja yang tiba.
Sebelum
melewati senja yang indah di sepanjang pantai dan dermaga Taman Jaya ini, kita
bisa mengisi waktu seharian dengan mengunjungi tempat ,menarik lainnya yang
letaknya tidak jauh dari Taman Jaya. Salah satunya adalah air panas Cibiuk dan
kolam alami di sungai ditengah hutan bernama Bulakan. Hanya saja siapkan fisik
untuk berjalan menempuh jaraj yang lumayan jauh. Jika membawa kendaraan mobil,
hanya bisa sampai diujung desa terakhir, sementara motor bisa diparkir di ujung
jalan setapak sebelum memasuki pesawahan. Dari sini untuk menuju air panas kita
akan melewati petak petak sawah sejauh kurang lebih 1 km menuju arah gunung
Honje. Kemudian memasuki hutan dan berjalan lagi menempuh jarak sekitar 1 km
lagi. Air panas ini masih alami, belum dikelola atau dijadikan tempat wisata
secara baik. Hanya dibiarkan alami mengalir begitu saja, dimana sumbernya
berasal dari bawah tanah dan muncul kepermukaan yang berbatu seperti aliran
sungai kecil.
Setelah
sejenak bermain-main dan merendam kaki di aliran air panas ini kita kembali ke
jalan semula dan diujung hutan sebelum masuk pesawahan mengambil jalur ke kiri,
perjalanan menuju Bulakan pun dimulai. Cukup penasaran sebenarnya dengan apa yang
disebut Bulakan itu. Perjalanan menuju kesana terbilang cukup sulit karena
menempuh jalur sungai dan mengarah ke hulu, dan jika kondisi cuaca sedang huajn
sebaiknya urungkan niat untuk kesini. Karena
sangat berbahaya jika terjadi banjir bandang yang berasal dari hulu. Sesekali memintas
jalan setapak dipinggiran sungai diantara rimbun pepohonan. Setelah berjalan
sekitar 1km lebih sampailah ditempat bernama Bulakan itu. Terlihat seperti
sebuah kolam pemandian alami yang airnya jernih berwarna hijau kebiru-biruan. Diatasnya
lagi terdapat kolam lainnya yang dikelilingin pohon-pohon begitu juga ke
atasnya lagi. Sungai ini bertingkat-tingkat dengan undakan sekitar 50cm hingga
1m. Jernih airnya membuat ingin berendam berlama-lama di dalamnya.
Tempat
ini masih sangat alami ditengah rimbun belantara. Menurut anak-anak yang
mengantar kesana tempat ini sering dan ramai didatangi setiap hari libur. Cukup
senang melihat sekitarnya masih sangat bersih dari sampah-sampah. Semoga tempat
ini tetap terjaga keasriannya dan kesadaran masyarakat yang datang kesini tetap
tinggi untuk tidak membawa dan membuang sampah apapun.
Sepanjang
perjalanan akan dijumpai wajah-wajah yang menatap bersahabat dari masyarakat
sekitar kawasan Taman nasional. Mereka sudah terbiasa dengan kehadiran
pengunjung di wilayah desa-desa mereka,sehingga sapa ramah akan kerap terdengar
jika kita berjalan mengitari wilayahnya.
Saat
kembali, kita bisa menghabiskan sisa waktu di sore hari dengan menikmati senja
yang selalu indah di Taman Jaya. Dan ini adalah tempat dan saat-saat yang tidak
akan terlewati dan selalu dinanti-nanti terutama oleh orang seperti saya yang
sangat menyukai awan dan langit senja. Awan dan langit di sini selalu
berubah-ubah tetapi warna pekatnya selalu membuat takjub. Silahkan temukan
sendiri sudut-sudut yang menarik untuk merekam keindahan langit senja itu.
Dan
langit senja di Taman Jaya tidak pernah membuat bosan menikmati warna-warna
cantiknya. Dari kejauhan tepat di arah matahari tenggelam terlihat jelas
ketinggian Gunung Payung. Begitu indah berkilau dan seakan-akan mengisyaratkan
bahwa begitu banyak cerita tentang belantara Taman Nasional Ujung Kulon yang
tersimpan disana. Jika ada waktu datang dan jelajahilah keseruan dan
keindahannya, karena inilah The World Heritage itu, warisan dunia yang adalah
milik kita. Dan segala isinya harus tetap terpelihara kelestariannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar