Rabu, 17 Januari 2018

TAMAN JAYA PESONA PINTU MASUK TAMAN NASIONAL UJUNG KULON









Taman Nasional Ujung Kulon adalah warisan keindahan dunia, yang mempesona di setiap sudutnya. Mulai dari Pulau Peucang yang menarik ribuan traveller untuk datang berkunjung menikmati biru laut dan pasir putih pantainya juga keheningan alamnya, Pulau Panaitan dengan sejuta pesonanya, Pulau Handeuleum dengan pesona magis dan penuh petualangan seru di sungai cigenternya, hingga Pulau Badul tempat pelestarian Terumbu Karang yang menjadi persinggahan menarik untuk melakukan penyelaman (snorkling atau diving).

Namun Taman Nasional Ujung Kulon tidak hanya itu karena luas daratannya yang merupakan habitat Badak Jawa (Rhinoceros sundaicus) juga menyimpan banyak destinasi-destinasi lain yang sayang untuk dilewatkan. Jika yang memiliki hobi treking, maka daratan semenanjung Ujung Kulon adalah tempat yang sangat menarik untuk dijelajahi berhari-hari. Begitu banyak persinggahan yang akan mencatat banyak kenangan saat meninggalkannya. Hutannya yang terdiri dari beberapa type yaitu Hutan Hujan Tropis, Hutan Rawa, Hutan Pantai dan Hutan Dataran Rendah adalah kombinasi yang sangat komplit.

Untuk menjelajahi daratan Taman Nasional Ujung Kulon, bisa ditempuh dari lautan yaitu langsung memasuki Padang Savana atau Padang Pengembalaan Cidaon yang selalu dikunjungi satu paket dengan Pulau Peucang. Umumnya ditempuh dengan kapal dari desa Sumur. Sementara untuk memasuki kawasan hutan melalui selatan, maka harus menempuh jarak lebih kurang 2 jam lagi dari Sumur. Sebenarnya jarak sekitar 16 km tidaklah jauh, namun karena jalanan yang rusak sejak dahulu, jarak ini ditempuh dalam waktu yang lebih dari seharusnya. Dari Sumur ini kita akan menuju Desa Taman Jaya, yang merupakan sentral persinggahan dan bisa dibilang gerbang atau pintu masuk menuju belantara Taman Nasional Ujung Kulon. Disini juga terpusatkan Kantor untuk wilayah Resort Panaitan dan Handeuleum juga Peucang, dan juga pusat semua kegiatan Monitoring badak.

Jika tidak ingin menyeberang ke Peucang atau Handeuleum atau pun tidak ingin melakukan treking, maka tidak ada ruginya untuk berkunjung ke Taman Jaya ini. Tempat yang juga jadi tempat transit pengunjung yang akan ke Pulau, menyediakan akomodasi penginapan yang terjangkau dan cukup baik. Di antaranya adalah Sunda Jaya, Rimba Jaya dan Villa Prima, dimana harga sewa kamarnya berkisar 150 ribu untuk kamar double bed dan sekitar 200 ribu hingga 250 ribu untuk kamar single bed dengan kamar mandi di dalam. Penginapan ini semuanya terletak di tepi laut dan dekat dengan dermaga Taman Jaya.






Di penginapan ini tersedia halaman yang cukup untuk parkiran kendaraan pengunjung. Untuk Sunda Jaya jika tidak ingin menginap dikamarnya, bisa juga membayar untuk areal camping di halaman berumput yang menghadap ke laut. Hanya saja untuk mencari makanan agak sulit disini kecuali pesan di Rimba Jaya, sebuah warung Bakso di dekat Rimba Jaya dan pecel ayam yang berada di pinggir jalan raya. Untuk membeli keperluan sehari-hari banyak terdapat warung disini, sehingga tidak perlu khawatir, tetapi lebih baik saat di Sumur singgahlah di minimarket terakhir yang ada disana jika ingin membawa bekal makanan ringan atau snack.

Semua penginapan tersebut berada tidak jauh dari Dermaga yang menjadi tempat bersandarnya kapal-kapal penumpang yang akan berangkat atau pulang dari dan ke Pulau Handeuleum, Pulau Peucang, Sanghyang sirah ataupun kapal-kapal yang  antar jemput tim RMU, RHU ataupun RPU setiap jadwal yang telah ditetapkan.  Dermaga ini cukup sederhana namun menjadi salah satu tempat favorite buat masyarakat sekitar untuk bercengkrama melewati waktu senja yang tiba.











Sebelum melewati senja yang indah di sepanjang pantai dan dermaga Taman Jaya ini, kita bisa mengisi waktu seharian dengan mengunjungi tempat ,menarik lainnya yang letaknya tidak jauh dari Taman Jaya. Salah satunya adalah air panas Cibiuk dan kolam alami di sungai ditengah hutan bernama Bulakan. Hanya saja siapkan fisik untuk berjalan menempuh jaraj yang lumayan jauh. Jika membawa kendaraan mobil, hanya bisa sampai diujung desa terakhir, sementara motor bisa diparkir di ujung jalan setapak sebelum memasuki pesawahan. Dari sini untuk menuju air panas kita akan melewati petak petak sawah sejauh kurang lebih 1 km menuju arah gunung Honje. Kemudian memasuki hutan dan berjalan lagi menempuh jarak sekitar 1 km lagi. Air panas ini masih alami, belum dikelola atau dijadikan tempat wisata secara baik. Hanya dibiarkan alami mengalir begitu saja, dimana sumbernya berasal dari bawah tanah dan muncul kepermukaan yang berbatu seperti aliran sungai kecil.












Setelah sejenak bermain-main dan merendam kaki di aliran air panas ini kita kembali ke jalan semula dan diujung hutan sebelum masuk pesawahan mengambil jalur ke kiri, perjalanan menuju Bulakan pun dimulai. Cukup penasaran sebenarnya dengan apa yang disebut Bulakan itu. Perjalanan menuju kesana terbilang cukup sulit karena menempuh jalur sungai dan mengarah ke hulu, dan jika kondisi cuaca sedang huajn sebaiknya urungkan niat untuk kesini.  Karena sangat berbahaya jika terjadi banjir bandang yang berasal dari hulu. Sesekali memintas jalan setapak dipinggiran sungai diantara rimbun pepohonan. Setelah berjalan sekitar 1km lebih sampailah ditempat bernama Bulakan itu. Terlihat seperti sebuah kolam pemandian alami yang airnya jernih berwarna hijau kebiru-biruan. Diatasnya lagi terdapat kolam lainnya yang dikelilingin pohon-pohon begitu juga ke atasnya lagi. Sungai ini bertingkat-tingkat dengan undakan sekitar 50cm hingga 1m. Jernih airnya membuat ingin berendam berlama-lama di dalamnya.












Tempat ini masih sangat alami ditengah rimbun belantara. Menurut anak-anak yang mengantar kesana tempat ini sering dan ramai didatangi setiap hari libur. Cukup senang melihat sekitarnya masih sangat bersih dari sampah-sampah. Semoga tempat ini tetap terjaga keasriannya dan kesadaran masyarakat yang datang kesini tetap tinggi untuk tidak membawa dan membuang sampah apapun.

Sepanjang perjalanan akan dijumpai wajah-wajah yang menatap bersahabat dari masyarakat sekitar kawasan Taman nasional. Mereka sudah terbiasa dengan kehadiran pengunjung di wilayah desa-desa mereka,sehingga sapa ramah akan kerap terdengar jika kita berjalan mengitari wilayahnya.

Saat kembali, kita bisa menghabiskan sisa waktu di sore hari dengan menikmati senja yang selalu indah di Taman Jaya. Dan ini adalah tempat dan saat-saat yang tidak akan terlewati dan selalu dinanti-nanti terutama oleh orang seperti saya yang sangat menyukai awan dan langit senja. Awan dan langit di sini selalu berubah-ubah tetapi warna pekatnya selalu membuat takjub. Silahkan temukan sendiri sudut-sudut yang menarik untuk merekam keindahan langit senja itu. 













Dan langit senja di Taman Jaya tidak pernah membuat bosan menikmati warna-warna cantiknya. Dari kejauhan tepat di arah matahari tenggelam terlihat jelas ketinggian Gunung Payung. Begitu indah berkilau dan seakan-akan mengisyaratkan bahwa begitu banyak cerita tentang belantara Taman Nasional Ujung Kulon yang tersimpan disana. Jika ada waktu datang dan jelajahilah keseruan dan keindahannya, karena inilah The World Heritage itu, warisan dunia yang adalah milik kita. Dan segala isinya harus tetap terpelihara kelestariannya.






































Tidak ada komentar: