Jumat, 30 Desember 2016

TREKING UJUNG KULON PETUALANGAN SERU DI HABITAT BADAK JAWA



Taman Nasional Ujung Kulon terletak di ujung barat pulau Jawa, memiliki luas 105.694,46 ha terdiri dari 61.357,46 ha daratan dan 44.337 ha lautan. Taman Nasional ini terkenal karena menjadi Habitat Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) yang merupakan satwa langka dan hanya terdapat di sini. Selain itu adalah dikenalnya sebagai salah satu warisan alam dunia atau The Natural World Heritage Site.

Taman Nasional Ujung Kulon merupakan fakta sejarah sisa-sisa letusan hebat gunung Krakatau yang terjadi pada tahun 1883. Dan ini mempengaruhi jenis-jenis tumbuhan yang tersebar di dalamnya setelah mengalami suksesi, terbagi beberapa vegetasi yaitu :
-          Hutan pantai yang terdiri dari formasi pes caprae seperti katang-katang (Ipomoea pes-caprae), Jukut kiara (Spinnifex littereus) dan pandan (Pandanus tectorius) dan formasi Barringtonia seperti Butun (Barringtonia asiatica) dan Api-api (Avicena spp)
-          Hutan Mangrove yang umum ditemui yaitu padi-padi (Lumnitzera racemosa)
-          Hutan rawa air tawar ditandai dengan jenis Typha(Thypa angustifolia) dan Teki (Cyperus spp)
-          Hutan hujan tropis dataran rendah ditandai dengan banyaknya Palma
-          Padang rumput

Taman Nasional Ujung Kulon dikalangan para Traveler lebih dikenal dengan pulau-pulau cantiknya yaitu Pulau Peucang, Pulau Panaitan dan Pulau Handeuleum. Dua pulau yaitu Peucang dan Handeuleum setiap minggunya dipenuhi oleh banyak pengunjung. Pulau Peucang yang terkenal dengan pasir putihnya serta beberapa spot terbaik untuk snorkling menjadi daya tarik untuk dikunjungi. Namun petualangan sesungguhnya ada di daratan Ujung Kulon, yang menyimpan begitu banyak pesona yang tentunya berbeda dengan wisata di Pulau-pulau tersebut. Treking di daratan Ujung Kulon biasanya hanya dilakukan oleh para petualang dan peneliti. Sensasinya akan sangat berbeda dengan snorkling dan bermain di pantai berpasir putih Peucang atau sekedar treking ke Karang Copong maupun ke padang pengembalaan Cidaon.






Dari peta Taman Nasional Ujung Kulon kita bisa melihat beberapa nama tempat atau pos yang mengitari wilayah daratan semenanjung Ujung Kulon. Semua tempat itu bisa ditempuh dengan berjalan kaki dengan melalui berbagai medan vegetasi seperti Hutan Mangrove, pantai, Hutan Hujan tropis dataran rendah, hutan rawa air tawar, sungai, hingga padang rumput. Pos-pos dan tempat yang umum menjadi tempat persinggahan saat treking mulai dari selatan hingga utara adalah sebagai berikut : Kalejetan – Karang ranjang – Cibandawoh – Cikeusik – Citadahan – Cibunar – Sanghyang sirah – Ciramea – Tanjung Layar – Cibom – Cidaon – Citerjun – Nyawaan – Jamang – Citelang – Cigenter. Namun bagi para Trekker jarang sekali yang menempuh keseluruhan tempat tersebut yang jarak tempuhnya cukup jauh dan makan waktu berhari-hari. Pada umumnya hanya menempuh jalur Kalejetan – karang ranjang – Cibandawoh – Cibunar – Cidaon – Cibom – Tanjung Layar kemudian kembali ke Cidaon dan pulang dengan kapal ke Taman Jaya.

Berikut adalah salah satu alternatif rute yang bisa ditempuh dalam waktu 3 hingga 4 hari untuk treking di Taman Nasional Ujung Kulon :

Taman Jaya – Karang Ranjang – Cibandawoh – Cikeusik

Jalur ini merupakan jalur terpanjang dengan waktu tempuh yang cukup lama, namun adalah pilihan terbaik jika waktu kita hanya sekitar 3-4hari saja. Selain itu adalah untuk menghindari terik matahari sepanjang jalur cibandawoh – cikeusik pasa waktu siang hari, karena arah matahari berada tepat didepan kita selama pernjalanan menyusuri pantai. Setelah menempuh perjalanan hampir seharian dari Jakarta menuju Desa Taman Jaya, beristirahat semalam cukup menyegarkan tubuh untuk bersiap melakukan perjalanan panjang keseokan harinya. Dari Taman Jaya menuju Karang Ranjang menempuh jarak sekitar 12 km, melalui Hutan Mangrove, Hutan Pantai dan Hutan Hujan tropis dataran rendah. Perjalanan dari desa Taman Jaya ditandai dengan Tugu Taman Nasional Ujung Kulon, kemudian setelah melewati desa terakhir, kita akan memasuki Hutan mangrove dan Hutan rawa air tawar. Melewati beberapa muara, diantaranya ada yang cukup dalam namun terdapat jembatan kayu yang dibuat untuk menyeberanginya. Jika datang di musim panas atau kemarau maka jalur disini cukup mudah untuk dilalui meski tetap harus berhati-hati karena melewati akar-akar pohon. Tetapi jika di musim hujan, maka perjalanan akan sedikit lebih sulit karena akan melewati jalur yang sudah pasti menjadi rawa karena terendam oleh air. Dalam kondisi ini sepatu boot lebih baik digunakan daripada sepatu treking. Namun jika pandai memilih-milih untuk melangkah genangan air masih bisa dihindari meski tetap akan dipenuhi lumpur. 








Mendekati Karang Ranjang jalur trek mulai agak rata. Dan ombak laut selatan mulai terdengar dan hembusan angin dari laut selatan terasa sejuk menerpa. Sepanjang perjalanan di jalur ini jika tidak sedang musim hujan kita akan mudah melihat beberapa satwa seperti babi hutan dan kelelawar besar serta beberapa burung. Di Karang ranjang bisa beristirahat sejenak untuk makan siang dan mempersiapkan kembali air minum untuk melanjutkan perjalanan. Di Karang ranjang terdapat Pos yang bisa digunakan untuk menginap, dahulu setiap saat akan ada petugas Polhut yang berjaga, namun sekarang hanya digunakan untuk patroli serta basecamp bagi petugas RPU (Rhino Protection Unit) yang mempunyai jadwal setiap tanggal 1 hingga 15 setiap bulannya. Disini juga tersedia sumber air tawar yang terdapat di dua buah sumur.



Dari Karang Ranjang menuju Cibandawoh jalur yang ditempuh akan melewati hutan pantai dan hutan hujan tropis dataran rendah, yang akan menembus sebuah tanjung bernama Tanjung Telereng. Keluar dari hutan sesampainya kita di Cibandawoh, pantai dan lautan terbuka menyambut. Ditempat ini biasa digunakan untuk camp atau bermalam. Namun untuk waktu yang singkat maka lebihbaik mengejar tiba di Cikeusik atau Citadahan pada malam hari. Istirahat sejenak dan mempersiapkan air untuk bermalam di cikeusik, air bisa diambil dari sumber air yang terdapat di Cibandawoh. Air disini agak sedikit berasa air payau atau air rawa. Namun setidaknya masih cukup baik untuk dikonsumsi. Namun akan lebih baik jika mempersiapkan air dari Karang ranjang. Di Cikeusik sebenarnya terdapat sumber air, namun jika pasang telah naik maka akan sulit untuk mengambilnya di seberang muara. 






Dari Cibandawoh menuju Cikeusik akan menempuh jarak sekitar 10 km menyusuri pantai terbuka. Disini biasanya tim akan mulai terpecah dengan jarak yang berjauhan. Tetaplah menunggu teman yang tertinggal dibelakang dan menggunakan waktu untuk istirahat sejenak di batang-batang kayu yang terdapat di hamparan pantai. Jika tidak menggunakan alas kaki hindarilah berjalan disisi daratan yang penuh sampah dari lautan. Tetapi jika menggunakan sepatu sisi ini akan sangat menguntungkan karena pasir agak sedikit padat untuk diinjak. Jalur ini dikalangan petugas dan pencinta treking Ujung Kulon dikenal sebagai ‘tempat belanja’. Gurauan ini dikarenakan sepanjang jalur ini banyak sekali sampah dan kita akan sering menemukan barang-barang aneh dan unik yang berasal dari kapal-kapal diseberang lautan yang terbawa dan mendarat disepanjang pantai ini. Ingin mengkoleksi botol-botol minuman keras semacam vodca dan lain-lain? Silahkan ambil sepanjang pantai ini asal tidak keberatan dengan beban tambahan tersebut.






Di Cikeusik akan sampai sudah agak malam sekitar jam 10, dan tempat untuk bermalam adalah di bagian ujung bagian atas pantai, sebelum sebuah muara. Tempat ini biasa juga digunakan untuk bermalam oleh tim RPU/RMU ataupun nelayan dan penziarah. Gunakanlah waktu untuk istirahat sebaik-baiknya setelah masak dan makan malam. Karena meskipun jarak tempuh keesokan hari tidak begitu jauh namun akan cukup menguras tenaga. Jika cuaca cukup baik, bangunlah pagi-pagi dan dari sini akan bisa menyaksikan sunrise atau matahari terbit dari arah Cibandawoh atau di atas Tanjung Telereng. 





Cikeusik – Citadahan – Cibunar

Pagi hari setelah sarapan segeralah berkemas dan memulai perjalanan kembali.  Jika musim kemarau muara akan bisa diseberangi dengan kedalaman air sebatas lutut, namun jika masih dimusim hujan atau musim barat, maka muara Cikeusik akan banjir dan harus menyeberanginya dengan menggunakan bilah-bilah styrofoam yang terdapat di camp. Atau menyeberanginya dengan kedalaman air setinggi dada. Matahari pagi akan sedikit membuat lelah ketika menempuh jalur pantai menuju Citadahan, yang sebenarnya sudah cukup dekat. Di jalur ini kita akan menemui jejak-jejak Badak disisi kanan pantai atau sisi daratan. Akan sedikit merasa tertipu karena kita tidak pernah tahu kapan Ikon Taman Nasional Ujung Kulon itu melalui tempat itu. Malam saat tertidurkah atau pagi-pagi sekali dia telah melakukan perjalanan panjang menuju muara Cikeusik.









Sampai di Citadahan akan kembali bertemu muara, jika tidak sedang pasang bisa diseberangi dengan ketinggian air sebatas lutut. Dari sini kita akan masuk ke jalur hutan pantai yang didominasi oleh tumbuhan pandan. Kemudian akan melalui padang pengembalaan, dimana masih terdapat banyak Banteng . Hamparan padang rumput yang hijau menyambut langkah dan disisi laut akan terlihat karang-karang dengan bentuk patahan-patahan atau teras-teras yang cukup unik , dan ini memanjang dari Citadahan hingga Cibunar. 






Memasuki Cibunar terdapat sebuah muara pertemuan air laut yang menjorok ke dalam dan aliran air sungai yang berasal dari gunung Cipayung. Ditempat ini bisa beristirahat cukup lama sekaligus menikmati keindahan alam Ujung Kulon. Dari sebuah saung yang terdapat di depan bangunan pos, kita bisa memandang ke arah jajaran karang-karang sepanjang Citadahan-Cibunar. Di malam hari bisa memancing dan menyaksikan lampu-lampu kapal nelayan yang bertebaran disekitar Cibunar. Selain itu bisa menikmati segarnya air sungai Cibunar dan keindahan air terjun yang terdapat dibelakangnya.






Pada pagi hari jika cerah, maka Cibunar adalah tempat terbaik untuk menyaksikan matahari terbit. Semua rasa lelah terbayar dengan semua keindahan yang bisa dinikmati di sini. Manfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya, dan banyaklah bertanya pada guide ataupun porter yang mendampingi, tentang berbagai hal dan cerita menarik tentang Ujung Kulon. 





Cibunar – Cidaon

Pagi hari siapkan sarapan dan mulailah berkemas, jangan lupa untuk kembali membersihkan pos dan saung dari sampah. Tutup kembali pintu pos dan tinggalkan dalam keadaan bersih. Perjalanan menuju Cidaon bisa ditempuh melalui dua jalur, yaitu kembali kepadang pengembalaan atau melalui jalur dibelakang pos yang melewati sungai. Sepanjang jalur ini akan banyak sekali menemui jejak Badak yang memintas jalur trek yang digunakan. Akan terasa menyenangkan jika perjalanan ini diselingi dengan belajar tentang banyak hal . sesekali akan terdengar teriakan atau bunyi khas burung Rangkong yang banyak sekali terdapat dibelantara Ujung Kulon.





Jalur Cibunar – Cidaon adalah Hutan hujan tropis dataran rendah, akan banyak sekali kita menemui beberapa tumbuhan yang menjadi pakan Badak, salah satunya adalah Langkap (Arenga obtusifolia). Dan di jalur ini akan melewati beberapa sungai yang mengalir jernih, jadi jangan takut kehabisan air minum. Beristirahat sejenak di pinggiran sungai cijengkol akan sedikit menyegarkan dan bisa memasak air untuk sekedar minum kopi atau teh.

Jalur ini ada bagian yang sedikit berat karena merupakan tanjakan dan turunan di gunung kendeng. Kemudian jika musim hujan jalur dipenuhi oleh air dan sedikit berlumpur. Namun tidak mengurangi keseruan dan keasikan bertualang di Taman Nasional Ujung Kulon ini. Mendekati Cidaon jalur mulai terbuka agak sedikit lebar , dan kita akan sampai di sungai Cidaon yang dipinggirannya ada sebuah camp, yang sering digunakan oleh petugas patroli atau tim RPU maupun RMU. Bisa beristirahat mendirikan camp disini atau jika ingin melakukan pengamatan satwa di padang pengembalaan terdapat sebuah menara, yang di atasnya kita bisa bermalam, tetapi tidak disarankan karena khawatir diserang oleh monyet (Macaca fascicularis) yang merebut makanan. Jadi sebaiknya camp di tepi sungai dan jika ingin melakukan pengamatan satwa bisa berjalan ke menara pengamatan di padang pengembalaan ini. Disini akan banyak ditemui Banteng dan merak. 






Setelah bermalam di camp Cidaon, bisa melanjutkan perjalanan kembali ke Taman Jaya dengan menggunakan kapal yang akan menjemput di dermaga Cidaon. Dermaga berada tak jauh dari padang pengembalaan atau sekitar 200 m dari camp Cidaon. Untuk penjemputan harus memesan kapal saat masih berada di Taman Jaya, dan perhitungan hari harus pas karena biasanya kapal berangkat sehari sebelumnya dan bersandar di dermaga Pulau Peucang.  Saat perjalanan pulang bisa singgah sejenak di Pulau Peucang untuk menyaksikan keindahan pulau tersebut. Perjalanan dari Pulau Peucang kembali ke Taman Jaya bisa ditempuh sekitar 2,5 jam. 







Di Taman Jaya, saat sore masih ada sesi penutup yang akan membuat perjalanan ke Ujung Kulon tak terlupakan. Saksikan matahari tenggelam di dermaga Taman Jaya atau bagian pantai lainnya. Masih banyak obyek bagi para penggemar photography di bagian akhir Treking Ujung Kulon ini. Sunset di Taman Jaya sayang untuk dilewatkan begitu saja, sebelum mengistirahatkan tubuh sebelum pulang dan meninggalkan Taman Nasional Ujung Kulon.













photo : Koleksi Dinny dan Ridwan Setiawan/IwanPodol













Tidak ada komentar: